Revolusi Menegakkan Panji-Panji NKRI
Sudah cukup lama bangsa Indonesia menikmati kemerdekaan. Sebagai negara
yang besar, dengan wilayah yang luas, dan penduduk yang banyak,
kedaulatan dan keutuhan negara menjadi sebuah tantangan. Para pemimpin
dan rakyat selalu berjuang untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik.
Mohammad Hatta
Secara politis keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan belum begitu
mapan. Ketegangan, kekacauan, dan berbagai insiden masih terus terjadi.
Hal ini tidak lain karena masih ada kekuatan asing yang tidak rela kalau
Indonesia merdeka. Sebagai contoh rakyat Indonesia masih harus bentrok
dengan sisasisa kekuatan Jepang. Jepang beralasan bahwa ia diminta oleh
Sekutu agar tetap menjaga Indonesia dalam keadaan status quo. Di samping
menghadapi kekuatan Jepang, bangsa Indonesia harus berhadapan dengan
tentara Inggris atas nama Sekutu, dan juga NICA (Belanda) yang berhasil
datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu.
Kedatangan Sekutu di Indonesia menimbulkan berbagai reaksi dari
masyarakat Indonesia. Apalagi dengan memboncengnya Belanda yang ingin
menguasai kembali Indonesia. Hal ini mengakibatkan berbagai upaya
penentangan dan perlawanan dari masyarakat.
Berita proklamasi terus menyebar ke penjuru tanah air. Pemindahan
kekuasaan dari pendudukan Jepang ke Indonesia juga terus dilakukan. Pada
tanggal 19 Agustus 1945, sekitar pukul 13.00 WIB berkumandang lewat
radio tentang sebuah pernyataan dan perintah agar pemindahan kekuasaan
dari tangan Jepang ke pihak Indonesia terus dilakukan. Hal ini semakin
membakar semangat para pemuda Semarang dan sekitarnya untuk melakukan
perebutan kekuasaan.
Bung Tomo
Bung Tomo, terkenal karena perjuangannya dalam pertempuran Surabaya
pada tahun 1945. Pertempuran rakyat Surabaya dengan Sekutu terjadi pada
tahun 1945tersebut, menyebabkan ribuan rakyat yang gugur. Karena itulah
bangsa Indonesia menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadier
Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Brigade ini adalah bagian
dari Divisi India ke-23, di bawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn.
Mereka mendapat tugas dari panglima Allied forces for Netherlands East
Indies (AFNEI) untuk melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan para
interniran Sekutu. Kedatangan mereka diterima secara enggan oleh
pemimpin pemerintah Jawa Timur, Gubernur Suryo.
Setelah diadakan pertemuan antara wakil-wakil pemerintah RI dengan Mallaby, maka dihasilkan kesepakatan:
1. Inggris berjanji bahwa di antara tentara mereka tidak terdapat Angkatan Perang Belanda,
2. disetujui kerjasama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman,
3. akan segera dibentuk “Kontak Biro” agar kerjasama dapat terlaksana sebaik-baiknya,
4. Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang saja.
Pelaksanaan Perundingan Linggarjati
Kegagalan dalam perundingan Hoge, pada April 1946, menjadikan pemerintah
Indonesia untuk beralih pada tindakan militer. Pemerintah Indonesia
berpendapat perlu melakukan serangan umum di kedudukan Inggris dan
Belanda yang berada di Jawa dan Sumatera. Resiko yang dihadapi
pemerintah semakin tinggi dengan banyaknya korban yang berjatuhan.
Untuk mencagah bertambahnya korban pada bulan Agustus hingga September
1946 direncanakan untuk menyusun konsep perang secara defensif.
Pada awal November 1946, perundingan diadakan di Indonesia, bertempat di
Linggarjati. Pelaksanaan sidang-sidangnya berlangsung pada tanggal 11 -
15 November 1946. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Syahrir,
anggotanya Mr. Moh. Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani.
Dalam perundingan itu dihasilkan kesepakatan yang terdiri dari 17 pasal.
Isi pokok Perundingan Linggarjati antara lain sebagai berikut.
1. Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan secara de facto pemerintahan RI
atas wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera. Daerahdaerah yang diduduki
Sekutu atau Belanda secara berangsur-angsur akan dikembalikan kepada
RI.
2. Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh
wilayah Hindia Belanda (Indonesia) sebagai negara berdaulat.
3. Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh raja Belanda.
4. Pembentukan NIS dan Uni Indonesia- Belanda diusahakan sudah selesai sebelum 1 Januari 1949.
5. Pemerintah RI mengakui dan akan memulihkan serta melindungi hak milik asing.
6. Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk mengadakan pengurangan jumlah tentara.
7. Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan perundingan ini, akan menyerahkan masalahnya kepada Komisi Arbitrase.
Perjanjian Renville
Komisi Tiga Negara tiba di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947 dan
segera melakukan kontak dengan Indonesia maupun Belanda. Indonesia dan
Belanda tidak mau mengadakan pertemuan di wilayah yang dikuasai oleh
salah satu pihak. Oleh karena itu, Amerika Serikat menawarkan untuk
mengadakan pertemuan di geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat.
Indonesia dan Belanda kemudian menerima tawaran Amerika Serikat.
Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Indonesia menyetujui isi
Perundingan Renville yang terdiri dari tiga hal sebagai berikut.
a. Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya garis demarkasi Van Mook (10 pasal).
b. Dasar-dasar politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua
pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal)
c. Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang
kedaulatan Indonesia yang berada di tangan Belanda selama masa peralihan
sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar