Sebelum Mengenal Tulisan
Sebelum Mengenal Tulisan “Indonesia
terletak di persimpangan tiga lempeng benua-ketiganya bertemu di
sini-menciptakan tekanan sangat besar pada lapisan kulit bumi.
Akibatnya, lapisan kulit bumi di wilayah ini terdesak ke atas, membentuk
paparan-paparan yang luas dan beberapa pegunungan yang sangat tinggi.
Seluruh wilayah ini sangat rentan terhadap gempa bumi hebat dan letusan
gunung berapi dahsyat yang kerap mengakibatkan kerusakan parah. Hal ini
terlihat dari beberapa catatan geologis. Gempa bumi dan tsunami
mengerikan yang dialami Aceh belum lama ini hanyalah episode terakhir
dari seluruh rangkaian peristiwa panjang dalam masa prasejarah dan
sejarah." (Arysio Santos, 2010)
Kutipan
di atas menunjukkan bahwa keberadaan tanah air kita tidak dapat
dilepaskan dari rangkaian peristiwa alam yang sudah terjadi sejak zaman
dahulu kala. Jadi, dinamika sejarah yang telah bermula sejak manusia
ada, jika dirunut hingga sekarang, kita akan menemukan betapa
kesinambungan sejarah tidak mudah terputus, betapa pun segala macam
perubahan telah terjadi. Coba kamu renungkan, apakah yang terjadi ketika
tawuran anak-anak sekolah berlangsung? Bukankah sering kali mereka
saling melempar batu? Batu pula senjata yang paling awal digunakan umat
manusia dalam mempertahankan hidupnya. Jadi anak sekolah di zaman modern
ini—zaman yang bahkan dikatakan “era globalisasi”, ketika tiada lagi
batas-batas yang menghambat hubungan kebudayaan—ternyata masih
mempraktikkan tradisi manusia purba pada masa praaksara.
Untuk
mengetahui apa, siapa, dan bagaimana kehidupan manusia zaman praaksara
kamu dapat mempelajari bacaan di bawah ini. Manusia purba tidak mengenal
tulisan dalam kebudayaannya. Periode kehidupan ini dikenal dengan zaman
praaksara. Masa praaksara berlangsung sangat lama jauh melebihi periode
kehidupan manusia yang sudah mengenal tulisan. Oleh karena itu, untuk
dapat memahami perkembangan kehidupan manusia pada zaman praaksara kita
perlu mengenali tahapan-tahapannya.
Sebelum
mengenali tahapan-tahapan atau pembabakan perkembangan kehidupan dan
kebudayaan zaman praaksara, perlu kamu ketahui lebih dalam apa yang
dimaksud zaman praaksara. Praaksara adalah istilah baru untuk
menggantikan istilah prasejarah. Penggunaan istilah prasejarah untuk
menggambarkan perkembangan kehidupan dan budaya manusia saat belum
mengenal tulisan adalah kurang tepat. Pra berarti sebelum dan sejarah
adalah sejarah sehingga prasejarah berarti sebelum ada sejarah. Sebelum
ada sejarah berarti sebelum ada aktivitas kehidupan manusia. Dalam
kenyataannya sekalipun belum mengenal tulisan, makhluk yang dinamakan
manusia sudah memiliki sejarah dan sudah menghasilkan kebudayaan. Oleh
karena itu, para ahli memopulerkan istilah praaksara untuk menggantikan
istilah prasejarah. Praaksara berasal dari dua kata, yakni pra yang
berarti sebelum dan aksara yang berarti tulisan. Dengan demikian zaman
praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Ada
istilah yang mirip dengan istilah praaksara, yakni istilah nirleka. Nir
berarti tanpa dan leka berarti tulisan. Karena belum ada tulisan maka
untuk mengetahui sejarah dan hasil-hasil kebudayaan manusia adalah
dengan melihat beberapa sisa peninggalan yang dapat kita temukan. Kapan
waktu dimulainya zaman praaksara? Kapan zaman praaksara itu berakhir?
Zaman praaksara dimulai sudah tentu sejak manusia ada, itulah titik
dimulainya masa praaksara. Zaman praaksara berakhir setelah manusianya
mulai mengenal tulisan. Pertanyaan yang sulit untuk dijawab adalah kapan
tepatnya manusia itu mulai ada di bumi ini sebagai pertanda dimulainya
zaman praaksara.
Sampai
sekarang para ahli belum dapat secara pasti menunjuk waktu kapan mulai
ada manusia di muka bumi ini. Tetapi yang jelas untuk menjawab
pertanyaan itu kamu perlu memahami kronologi perjalanan kehidupan di
permukaan bumi yang rentang waktunya sangat panjang. Bumi yang kita huni
sekarang diperkirakan mulai terjadi sekitar 2.500 juta tahun yang lalu.
Bagaimana
kalau kita ingin melakukan kajian tentang kehidupan zaman praaksara?
Untuk menyelidiki zaman praaksara, para sejarawan harus menggunakan
metode penelitian ilmu arkeologi dan sedikit banyak juga pada ilmu alam
seperti geologi dan biologi. Ilmu arkeologi adalah bidang ilmu yang
mengkaji bukti-bukti atau jejak tinggalan fisik, seperti lempeng
artefak, monumen, candi dan sebagainya. Berikutnya menggunakan ilmu
geologi dan percabangannya, terutama yang berkenaan dengan pengkajian
usia lapisan bumi dan biologi berkenaan dengan kajian tentang ragam
hayati (biodiversitas) makhluk hidup.
Mengingat
jauhnya jarak waktu masa praaksara dengan kita sekarang, maka tidak
jarang orang mempersoalkan apa perlunya kita belajar tentang zaman
praaksara yang sudah lama ditinggalkan oleh manusia modern. Tetapi
pandangan seperti ini sungguh menyesatkan, sebab tentu ada hubungannya
dengan kekinian kita.
Beberapa
di antaranya akan dikemukakan berikut ini. Data etnografi yang
menggambarkan kehidupan masyarakat praaksara ternyata masih berlangsung
sampai sekarang. Entah itu pola hunian, pola pertanian subsistensi,
teknologi tradisional dan konsepsi kepercayaan tentang hubungan harmoni
antara manusia dan alam, bahkan kebiasaan memiara hewan seperti anjing
dan kucing di lingkungan manusia modern perkotaan. Demikian pula
kebiasaan bertani merambah hutan dengan motede ‘tebang lalu bakar’
(slash and burn) untuk memenuhi kebutuhan secukupnya masih ada hingga
kini. Namun, kebiasaan merambah hutan dan hidup berpindah-pindah pada
masa lampau tidak menimbulkan malapetaka asap yang mengganggu
penerbangan domestik. Selain itu, juga mengganggu bandara negara
tetangga Singapura dan Malaysia seperti yang sering terjadi akhir-akhir
ini. Teknologi manusia modernlah yang mampu melakukan perambahan hutan
secara besar-besaran, entah itu untuk perkebunan atau pertambangan, dan
permukiman real estate sehingga menimbulkan malapetaka kabut asap dan
kerusakan lingkungan. Arti penting dari pembelajaran tentang sejarah
kehidupan zaman praaksara pertama-tama adalah kesadaran akan asal usul
manusia. Tumbuhan memiliki akar. Semakin tinggi tumbuhan itu, semakin
dalam pula akarnya menghunjam ke bumi hingga tidak mudah tumbang dari
terpaan angin badai atau bencana alam lainnya. Demikian pula halnya
dengan manusia. Semakin berbudaya seseorang atau kelompok masyarakat,
semakin dalam pula kesadaran kolektifnya tentang asal usul dan
penghargaan terhadap tradisi. Jika tidak demikian, manusia yang
melupakan budaya bangsanya akan mudah terombang ambing oleh terpaan
budaya asing yang lebih kuat, sehingga dengan sendirinya kehilangan
identitas diri.
Jadi
bangsa yang gampang meninggalkan tradisi nenek moyangnya akan mudah
didikte oleh budaya dominan dari luar yang bukan miliknya. Kita bisa
belajar banyak dari keberhasilan dan capaian prestasi terbaik dari
pendahulu kita. Sebaliknya kita juga belajar dari kegagalan mereka yang
telah menimbulkan malapetaka bagi dirinya atau bagi banyak orang. Untuk
memetik pelajaran dari uraian ini, dapat kita katakan bahwa nilai
terpenting dalam pembelajaran sejarah tentang zaman praaksara, dan
sesudahnya ada dua yaitu sebagai inspirasi untuk pengembangan nalar
kehidupan dan sebagai peringatan. Selebihnya kecerdasan dan
pikiran-pikiran kritislah yang akan menerangi kehidupan masa kini dan
masa depan. Sekarang muncul pertanyaan, sejak kapan zaman praaksara
berakhir? Sudah barang tentu zaman praaksara itu berakhir setelah
kehidupan manusia mulai mengenal tulisan. Terkait dengan masa
berakhirnya zaman praaksara masing-masing tempat akan berbeda.
Penduduk
di Kepulauan Indonesia baru memasuki masa aksara sekitar abad ke-4 dan
ke-5 M. Hal ini jauh lebih terlambat bila dibandingkan di tempat lain
misalnya Mesir dan Mesopotamia yang sudah mengenal tulisan sejak sekitar
tahun 3000 SM. Fakta-fakta masa aksara di Kepulauan Indonesia
dihubungkan dengan temuan prasasti peninggalan kerajaan tua seperti
Kerajaan Kutai di Muara Kaman, Kalimantan Timur.’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar