Ruang 1000 Ilmu

Memuat Materi Pelajaran smk Khususnya Teknik Mesin & Prodi Teknik Industri

LightBlog

Jumat, 03 Maret 2017

Analisa Film Laskar Pelangi dengan menggunakan Metode Analisis Naratif Dalam Konteks Modern Vs Tradisonal

udul

: Analisa Film Laskar Pelangi
Penulis : Kencus
Sumber : Http://www.kencus.com/2009/05/analisa-film-laskar-pelangi.html
Subjek : [ Tidak dicantumkan ]


Analisa Film Laskar Pelangi dengan menggunakan Metode Analisis Naratif Dalam Konteks Modern Vs Tradisonal

I. Pendahuluan
Sebelum kita membahas lebih dalam tentang laskar pelangi kita membahas tentang pengarang novel laskar pelangi. Pengarang novel tersebut adalah Andrea Hirata Seman Said Harun (lahir 24 oktober) adalah seorang penulis Indonesia yang berasal dari pulau Belitong, propinsi Bangka belitung. Novel pertamanya adalah novel Laskar Pelangi yang merupakan buku pertama dari tetralogi novelnya, yaitu :
1. Laskar Pelangi
2. Sang Pemimpi
3. Edensor
4. Maryamah Karpov
Laskar Pelangi termasuk novel yang ada di jajaran best seller untuk tahun 2006-2007. Meskipun studi mayor yang diambil Andrea adalah ekonomi, ia amat menggemari sains fisika, kimia, biologi, astronomi dan tentu saja sastra. Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai seorang akademisi dan backpacker. Sedang mengejar mimpinya yang lain untuk tinggal di Kye Gompa, desa tertinggi di dunia, di Himalaya. Andrea berpendidikan ekonomi di Universitas Indonesia, mendapatkan beasiswa Uni Eropa untuk studi master of science di Universite de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, United Kingdom. Tesis Andrea di bidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari kedua universitas tersebut dan ia lulus cumlaude. Tesis itu telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah beredar sebagai referensi Ilmiah. Saat ini Andrea tinggal di Bandung dan masih bekerja di kantor pusat PT Telkom.
Dan akhirnya Andrea hirata membuat Novel Laskar Pelangi di jadikan menjadi film layar lebar. Sebagai tanda dimulainya proses syuting, Pendiri Miles Film, Mira Lesmana, Sutradara Laskar Pelangi Riri Riza, penulis skenario Salman Aristo, Andrea Hirata, dan sejumlah aktor dan aktris yang bakal berperan di Laskar Pelangi mengadakan acara syukuran di MP Book Point, Jalan Puri Mutiara, Jakarta Selatan, Senin (19/5) malam. Para aktor dan aktris yang hadir di acara itu antara lain Cut Mini, Ikranegara, Ario Bayu, Slamet Raharjo, Alex Komang, Mathias Muchus, dan Teuku Rifnu Wikana. Selain sejumlah artis ternama Indonesia lainnya juga bakal membintangi film yang turut melibatkan 10 orang anak yang benar – benar asli kelahiran Bangka Belitong (Belitung) tersebut.
“Ada Lukman Sardi, Tora Sudiro, Rieke Diah Pitaloka, Robbie Tumewu, dan Jajang C Noer. Sedangkan 10 anak Belitong yang bakal main dalam film ini merupakan hasil casting dari 1000-an anak Belitong yang datang waktu casting yang kita selenggarakan di Belitong. Di sini sang sutradara adalah juru kunci dalam perfilman dengan nama Mohammad Rivai Riza atau yang lebih dikenal dengan nama Riri Riza (lahir di Makassar, 2 atau 7 Oktober 1970) adalah seorang sutradara berbakat, penulis naskah, produser film asal Indonesia. Dia muncul pertama kali sebagai sutradara melalui film Kuldesak pada tahun 1998. Lulusan Institut Kesenian Jakarta ini sering berkolaborasi dengan sahabatnya, Mira Lesmana dalam pembuatan film.Sebagai sutradara Laskar Pelangi (film), 3 Hari untuk Selamanya (dalam produksi;2007), Untuk Rena (2005), Gie (2005), Eliana, Eliana (2002), Petualangan Sherina (2000), Kuldesak (1998)
Segmentasi Plot:
Laskar pelangi adalah salah satu film yang menurut saya fenomenal dengan latar cerita setelah pertama Film dibuka sampai gambar indah panorama Belitung,kesitidak karyawan tambang timah sampai narasi tokoh utama,Haikal, yang menceritakan kilas balik perjalanan hidupnya.Sampai kemudian gambar menunjukkan sebuah bangunan reyot dari kayu sampai papan nama hijau bertuliskan "SD Muhammadiyah ".Disitulah cerita itu berpusat.Cerita tentang kegigihan seorang lelaki tua-diperankan oleh Ikranegara-mempertahankan keberadaan sebuah sekolah.Sebuah sekolah yang disebutnya menilai kecerdasan anak tidak sampai angka-angka tapi sampai hati.Cerita tentang idealisme seorang guru perempuan yang menolak tawaran - tawaran mengajar di tempat lain demi keinginan untuk mengajari anak –anak miskin yang berada disekolah tersebut.
Hidup terkadang getir dan laskar pelangi adalah kegetiran itu.Rumah kayu reyot sampai penerangan lampu minyak tanah,sepeda rongsokan,isi rumah yang muram,sekolah yang hampir roboh dan anak-anak kumal yang ke sekolah bertelanjang kaki.Dan kegetiran itu dihadapkan secara kontras sampai kemakmuran mereka yang berada di dalam tembok PN Timah.Sekolah yang lebih bagus dan lengkap fasilitasnya,anak-anak di dalam tembok yang bermain sepatu roda.Sementara di balik kawat teralis anak-anak miskin hanya bisa menyaksikan sampai menahan air liur untuk kemudian petugas keamanan akan mengusirnya.
Kekontrasan itu kemudian disatukan dalam sebuah adegan saat anak-anak SD Muhammadiyah harus mengikuti ujian di SD PN Timah.Kekontrasan itu semakin menohok saat anak-anak kumal mesti berada dalam satu ruangan sampai anak-anak SD PN Timah yang jauh lebih "bersih".Pandangan aneh yang menyergap saat anak-anak kumal itu ke sekolah tanpa berseragam dan mengenakan sandal,kekikukan yang tak mampu ditutupi di wajah Bu Guru Muslimah-diperankan secara apik oleh Cut Mini Theo- dan pandangan meremehkan dari guru-guru pengawas ujian. Ada sebuah nilai yang barangkali mesti kita petik, saat kita lebih suka menilai orang dari apa yang dikenakannya. Saat kita menjadi minder dan tidak percaya diri di saat berada dalam hal ini..
Ada sedikit catatan yang sebenarnya tidak terlalu mengganggu.Saat film dimulai tulisan menyebutkan bahwa kejadian itu berlangsung pada tahun 1974.Namun di tahun itu jalan-jalan Belitung sudah dilapis aspal yang lumayan mulus.Saya masih ingat,bahkan sampai awal tahun 1980-an,jalan raya dekat rumah yang merupakan akses ke wisata Pantai Parangtritis Yogyakarta,masih penuh lubang dan berlumpur di waktu hujan.Kemudian ada foto Buya Hamka-ketua MUI di masa Orde Baru- di samping foto KH Ahmad Dahlan di dinding sekolah.Barangkali di tahun 1974 Buya Hamka belumlah setua itu.Satu lagi problem tentang anak sekolah yang tidak mampu membeli sepatu,di tahun itu rasanya memakai sepatu untuk anak SD belumlah sepenting di saat sekarang.
Namun film ini juga mengingatkan properti masa lalu dan kemudian secara geli saya ikut mentertawakannya.Mahar,seorang anak yang suka mendengarkan radio,berkali-kali menjemur baterai agar bisa dipergunakan kembali.Di masa lalu baterai untuk radio memang tidak langsung dibuang saat sudah habis tenaganya,melainkan dijemur untuk kemudian dipergunakan lagi bahkan sampai baterai mengeluarkan cairan kekuning-kuningan.Kebiasaan Ayah Haikal membersihkan kaca lampu tempel adalah kebiasaan masa kecil yang selalu saya lakukan di sore hari.Haikal yang memakai pomade dan ibu saya membiasakan saya untuk memakainya saat berangkat sekolah.Juga setrika jago yang memakai arang,di mana saat setrika sudah sedemikian panas maka dilandasan setrika mesti ditaruh di atas daun pasang segar agar panasnya setrika tersebut segera turun.
Secara keseluruhan film ini bertutur sampai lancar.Gambar-gambar muram silih berganti sampai gambar-gambar terang dan indah.Dukungan dari pemain-pemain Senior berkarakter menambah apik film ini.Kredit poin patut diberikan kepada Cut Mini Theo yang mampu lebur dalam watak yang diperankannya.Cut Mini Theo tampil sangat wajar sampai aksen Melayu yang jauh dari kesan dibuat-buat.Film ini juga mampu merubah genre sebuah tontonan yang biasanya berkisar pada horor dan tampilan "cling" dan kemewahan.
Namun kekhawatiran saya terbukti.Di tengah-tengah film berlangsung saya tidak mampu menyembunyikan perasaan yang larut dalam suasana film yang terbangun.Kalau toh kemudian mata saya berkaca-kaca,karena kegetiran itu memang tidak mengenal batas dan tidak tahu akan berhenti di mana dan berlaku untuk siapa.Sampai seorang anak pesisir miskin yang cerdas mesti menjadi kepala rumah tangga dan bertenggung jawab membesarkan ketiga adiknya karena ayahnya mengalami kecelakaan saat melaut.
Di Akhir penghujung cerita ini akan ada pendatang baru yang membuat kelompok mereka bertambah jumlahnya menjadi 11 orang. Seorang gadis tomboy dari keluarga kaya raya. Ayahnya adalah seorang berpendidikan tinggi dan memiliki pengaruh pada suatu perusahaan milik BUMN di Pulau Belitong. Sangat kontras bila membandingkannya dengan murid-murid Laskar Pelangi lainnya. Dengan kedatangan pendatangan baru yang bernama Flo pada akhir cerita ini, alur cerita semakin menarik dan petualangan kehidupan para Laskar Pelangi lebih banyak melewati cobaan, rintangan, tantangan, dan pertentangan yang pada saat melihatnya akan membuat kita selalu penasaran.

II. Pembahasan
A. Metode Analisis Naratif
Sekilas tentang analisis naratif, dalam hal ini Analisis - naratif menggunakan pendekatan - pendekatan dan metode yang dikembangkan oleh para sastrawan. Pertanyaan pentingnya:
1. Bagaimana struktur dan dinamika cerita?
2. Apa yang diceritakan dan bagaimana menceritakannya?
3. Bila ada konflik, bagaimana perkembangannya, apa motifnya?
4. Apa makna atau pesan cerita ini?

Apa yang diceritakan dan bagaimana penceritaannya
1. Apa yang diceritakan (isi)
• Latar (setting): Waktu, Tempat, Situasi-kondisi, suasana
• Tokoh cerita
• Adegan
• Alur cerita
2. Cara penceritaan
• Pengulangan
• Pemelukan (inklusio)
• Pensejajaran
• Rujukan ke PL (implisit dan eksplisit)
• Peramalan
• Ringkasan
• Persepsi pencerita

Salah satu pergeseran yang paling penting dalam analisa naratif dimulai pada tahun 1960-an dengan ahli teori Perancis, Kristen Metz, yang membangun teori linguistik, termasuk juga Ferdinand de Saussure, yang membawa analisis struktural ke dalam ilmu pengetahuan film. Metz, bersama dengan Roland Barthes, menetapkan dasar untuk beberapa karya dalam aspek naratif, termasuk pergeseran ke arah analisa ceramah. Dengan mengadopsi metodologi dari bidang semiotics, Metz mulai mencari bagaimana bioskop bisa dikatakan sesuatu yang menandakan, atau menghasilkan suatu makna. Makna tersebut merupakan suatu proses dinamis yang tergantung pada material signifiers, yang (mana) untuk bioskop sendiri, meliputi representational gambaran, sebutan/judul, berbicara bahasa, memecahkan, dan musik dan cakupan mereka mengenai yang ditandai, atau makna denotative dan connotative. Signifying practice menjadi istilah untuk bagaimana film menceritakan sesuatu. Metz yang memulai dengan evaluasi cinematic dengan bahasa dan secara sistematis menggambarkan kode dalam karya-karya di bioskop, banyak seperti Roland Barthes dalam menggambarkan kode dalam literatur. Dengan S/Z (1970) khususnya, Barthes menunjukkan bahwa realisme tergantung di atas sistem textual, intertextual, dan extratextual kode. Analisa naratif harus meliputi merinci suatu kode arti/pengertian teks, tetapi juga melibatkan dan memperhatikan pembatasan dan konteks budaya.
Asumsinya adalah bahasa itu adalah suatu kekuatan sosial yang berjuang untuk membentuk bagaimana kita harus berpikir dan bertindak. Sedangkan realisme merupakan suatu mode yang telah ditentukan secara budaya, ideologis, dan penonton atau pembaca harus berjuang untuk memecahkan kode dari sistem teks atau berjuang untuk menyerapnya hingga menemukan suatu logika. Film realis telah diserang untuk strategi penyamarannya yang khayal dan dibuat seperti alami. Metz dan yang lain mulai untuk menganalisa keyakinan mengenai “impression of reality“, yang dihasilkan oleh isyarat cinematic yang kuat, dan langkah kedua mengenai structuralisme, lebih tertarik akan intertextual dan extratextual kode spectatorship dan ideologi, yang menjadi komponen pusat dari teori naratif.

Pada tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ahli teori naratif yang terus meningkat dan bergeser dari menjelaskan kejadian yang naratif, ke menjelaskan proses mengenal sebagai suatu kabar. Seorang ahli linguistik yang berpengaruh adalah Émil Benveniste. Bagi Benveniste, cerita (histoire) mencoba untuk menyembunyikan tanda komunikasinya, memperkenalkan dirinya sendiri dalam sesuatu yang bukan perseorangan, cara yang objektif. Sebagai pembanding, tulisan juga termasuk dalam narasi. Dalam literatur, perbedaan bisa disederhanakan menuju ke apakah penceritaan menggambarkan informasi tersebut sebagai fakta yang diberikan atau sebagai acuan referensi kepada seorang narator, seperti dalam ” I-You.” Proses penyampaian, ucapan, dan struktur penonton berhubungan dengan teks tersebut. Yang diumumkan selalu suatu produk ucapan/kabar, yang (mana), [seperti;suka] bahasa, adalah suatu proses sosial. Analis membongkar tanda komunikasi ini, yang (mana).
Penonton tidak hanya digambarkan oleh struktur visual dari film bioskop, tetapi naratif juga yang dievaluasi, mengenai bagaimana mereka memperkuat atau menantang isu budaya yang dominan. Jika penonton diposisikan secara visual, mereka juga diposisikan secara cultural di dalam struktur simbolis atau yang mythic dari ideologi yang dominan.

III. Analisis
Analisis isi (content analysis) mempunyai beberapa pengertian, seperti dicantumkan di bawah ini (Bailey, 1987):
(1) Analisis isi merupakan teknik penelitian untuk mendeskripsikan secara kuantitatif, objektif, dan sistematik, dari isi komunikasi (Berelson, 1954).
(2) Analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat perujukan pengenalan karakteristik tertentu di dalam teks secara sistematik dan objektif (Stone, et.al., 1966).
(3) Pada uraian tertentu kita mengusulkan penggunaan istilah ‘content analysis’ dan ‘coding’ secara bergantian guna menunjukkan deskripsi kuantitatif, sistematik, dan objektif, dari suatu prilaku simbolik (Cartwrigt, 1953).

Dalam segmentasi plot di atas kita mengetahui bahwa Riri riza mengurutkan peristiwa –peristiwa kronologinya dengan sangat tepat. Sebagian besar peristiwa terjadi saat di akhir – akhir cerita. Berkenaan dengan analisis struktur naratif film ini, maka saya ingin mengurai ciri itu mulai dari gaya peng aluran waktu yang sangat lama, akan tetapi Riri riza memakai pendekatan yang lebih konvensional, terutama dari segi naratif. Di tengah –tengah alur cerita lebih emosional dan menghadirkan struktur naratif yang lebih tertata dan kronologis. Ia pun tak lagi banyak bermain dengan gaya dan medium. Film menggunakan alur Holywood dengan artian penonton di suguhkan alur yang menyenangkan. Dialog-dialog yang membangun naratif film pun tak lepas dari unsur gaya-gayaan yang maha hebat dan di sini gaya menemukan irisan serta korelasi dengan naratif. Dialog-dialog yang kadang mengambil dari film-film lain dan film-film dia sebelumnya kadang berisi hal-hal tidak penting, dan kadang berisi guyonan. Dalam konteks tradisonalisasi dan modernisasi film Laskar pelangi tersebut menggambarkan sangat kontras dengan kehidupan seorang yang miskin di tengah – tengah budaya yang tradisonal di suatu tempat dan waktu yang sama

IV. Penutup
Dengan penjabaran yang telah diuraikan di atas, maka jelas sekali konsep yang di pakai film ini sangat jelas, konsep bahwa seorang anak tradisonal bisa bersaing dengan anak modern. Dalam hal ini Film Laskar Pelangi tetap mempertahankan kebudayaan atau adat tradisionalnya. dalam alur cerita dari karakteristik tokoh sentral yang ada sangatlah bagus dalam memainkan adegan demi adegan film tersebut walupun masih agak kaku dalam aktingnya

V. Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Andrea_Hirata
http://warteg.150m.com/Pustaka/Adji-3.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Riri_Riza
Pawit M. Yusup, ANALISIS ISI.

sumber utama :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar